29.12.09

3726



waktu ditanya kenapa suka naek gunung si?
saya gak pernah bisa jawab - saya orang yang gak sukses mendeskripsikan apa yang saya cintai, haha


I. ketika mendaki, ada 3 macam yang bakal kita lewati
turunan, kesenangan yang memberi kita tanjakan berikutnya
lalu dataran, perjalanan tak ada akhirnya
dan tanjakan, ini yang berakhir indah

II. ada yang bilang
mereka yang mendaki berkali-kali adalah
yang keras kepala dan yang sabar
saya pasti yang keras kepala
teman perjalanan saya (tukang batu) adalah yang sabar

Taman Nasional Gunung Rinjani

17.12.09

ambang hidup

Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun

berita kematian selalu terasa mengambang. Rasanya tidak terjadi apa-apa sampai pada satu titik, dimana ketiadaan menjadi lubang yang menyedihkan. Bahkan, terkadang kita tak pernah sampai pada titik itu.

"Ya, Tuhan, tunjukkanlah yang benar adalah benar
dan bantu aku menjalankannya
dan tunjukkan yang salah adalah salah
bantu aku pula memperbaikinya"

Doa Pemakaman


untuk Siska Primahidayanti, teman ar 2005 itb

27.11.09

fast thoughts

on ramadhan, i don't eat i don't drink
i don't do what i want to do
because God asked me not to

that reason is why i like ramadhan

peace, quiet, exalted
nothing but,
i only look, and i feel happy
i sit, think, and whole worlds left behind
just God and me

i called it great mosque

(jalan2 ke mesjid bagus)

10.11.09

Mimpi jadi Tangan Kiri

Saya pikir mimpi ini akan menjadi sebuah analogi yang sulit dipahami maksudnya.
“Sebelah kiri dan sebelah kanan. Kanan yang suci dan kiri yang hina. Terbayang oleh saya dalam mimpi, menjelma menjadi tangan kiri. Merasakan batin tangan kiri, hatinya yang serba ikhlas, pasrah, dan patuh sebagai si kiri. Pemiliknya bernama Abayu. Ketika Bayu masih sangat kecil, ia adil sekali. Tak pernah ia beda-bedakan mana tangan kiri mana yang kanan. Hingga si bibik mulai bicara saat ia meraih biskuit dengan si kiri. “Eh, eh, eh, cah bagus, nganggo tangan sing apik, mas”, lalu direngkuhnya tangan kanan untuk menyambut biskuit susu yang ia inginkan.

Aku, sebagai tangan kiri, bisa bicara apa?

Hanya diam-diam menggenggamkan telapak, kesal. Yah, itu baru pengalaman pertama pada umur-umur mudaku. Saat Bayu belajar di Taman Kanak-Kanak, aku senang ketika Bayu memegang pensil bersamaku. Belajar menggoreskan grafit di kertas buku tulisnya yang terkotak-kotak. Ibu guru tidak marah. Dia beri nama untukku kidal. Kukira Bu Guru bukan orang yang diskriminatif pada yang kiri, ternyata sama saja. Beliau tidak menerima gambar naga yang kuberikan, “Eit, Bayu, pake tangan yang mana?”

Ah, dunia ini hanya untuk mereka yang kanan.

Bayu mulai tumbuh dewasa, begitu pula aku, yang sudah banyak belajar tentang hidupku, peran dan fungsiku. Melakukan hal-hal yang mereka anggap pantas untuk kulakukan. Dan tak cukup baik untuk dilakukan oleh si kanan, cebok, ngupil, menggaruk. Atau yang menurutku lebih menyenangkan adalah waktu Bayu lelah, dia akan menggambar bersamaku.

Bayu sudah jadi arsitek cukup terkemuka yang aktif di berbagai kegiatan sosial dan kemanusiaan. Dia bekerja di Nasional Geographic Societies Indonesia, berdekatan dengan si miskin dan memecahkan masalah perumahan dan permukiman sosial. Aku tetap menemaninya hingga kini, membantunya mengetik, menekan keyboard jika dia menggunakan CAD, memegangi kertas gambarnya agar tidak terbang selagi si kanan sibuk membuat gambar kuda-kuda. Peranku kecil, kotor, dan tak pernah lebih penting dari yang kanan."

Dan saya pun terbangun mendengan azan subuh. Mimpi yang aneh. Kiri-kanan, bagaimana kita bisa menciptakan identitas yang begitu berbeda bagi keduanya yang sama-sama ciptaan Tuhan itu? (Tapi saya tetap yakin, Tuhan maha Adil, maha Segalanya, pasti ini ada maksudnya) Menjalani takdir menjadi tangan kiri adalah salah satu yang paling baik, pikirku lagi. Ditakdirkan untuk selalu ikhlas dan patuh. Memberikan bakti sebaik yang ia bisa dalam setiap penolakan yang ia terima. Andaikan manusia bisa memahami itu, andaikan saya bisa memahami itu.